Sikapi Aksi Mogok Tenaga Kontrak RSUD Hendrikus Fernandez, Komisi C DPRD Gelar Rapat Kerja Bersama Mitra
Setwanflotim. Menyikapi aksi mogok tenaga kontrak RSUD Hendrikus Fernandez Larantuka yang dilakukan pada Selasa (03/03/2020) kemarin, Komisi C DPRD Kabupaten Flores Timur gelar Rapat Kerja bersama Mitra Pemerintah, Rabu (04/03/2020). Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD, Matias Werong Enay, didampingi Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Flores Timur, Ignasius Boli Uran, S. Fil.
Hadir dalam forum di Bale Gelekat Lewotana, Anggota-Anggota Komisi C DPRD, Sekda Kabupaten Flores Timur, Paulus Igo Geroda, S. Sos., M. AP, Kepala Dinas Kesehatan, Plt. Badan Keuangan dan Aset Daerah, Direktur RSUD Hendrikus Fernandez, Bagian Hukum Setda Kabupaten Flores Timur, tenaga-tenaga kontrak RSUD Hendrikus Fernandez serta para awak media.
Pimpinan rapat dalam pengantar awal menyampaikan, ada dua poin penting yang menjadi catatan penting yaitu, yang pertama: tenaga kontrak di RSUD Hendrikus Fernandez sampai bulan Maret belum menerima gaji. Poin yang kedua: Pada tanggal 25 Januari 2020, tenaga kontrak RSUD Hendrikus Fernandez menandatangani kontrak dengan nilai nominal kontrak diangka Rp 1.600.000 dan Rp 1.800.000.
Namun dalam perjalanan, pemerintah mengambil sebuah kebijakan untuk menyamakan gaji tenaga kontrak pada RSUD Hendrikus Fernandez dengan tenaga teknis pendukung perkantoran sehingga gaji tenaga kontrak RSUD Hendrikus Fernandez turun menjadi Rp 1.150.000 per bulan. “Untuk itu, melalui forum ini lembaga DPRD bersama dengan Pemerintah duduk bersama, menelusuri secara baik, berbicara dari hati ke hati untuk mendapatkan jalan keluar”, ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD dalam statement awalnya menegaskan, mendukung perjuangan menuntut hak-hak paramedis, tetapi sangat tidak mendukung pilihan sikap paramedis untuk tidak melaksanakan tugas-tugas pelayanan rutinitas. Menurutnya, mogok kerja untuk pelayanan kemanusiaan adalah pilihan sewenang-wenang yang dibuat paramedis.
Lebih lanjut, politisi Golkar ini menjelaskan kronologi pemberlakuan Permenkes 1994 tentang Pedoman Pengadaan Tenaga Kerja Kesehatan pada fasilitas pemerintah daerah yang dijadikan rujukan oleh Kepala Dinas Kesehatan terdahulu untuk membedakan nominal honorer tenaga kontrak daerah paramedis dengan tenaga kontrak lain. Untuk itu sikap lembaga jelas, yaitu menolak penyamarataan honorarium paramedis dengan tenaga kontrak lainnya dan mengembalikan posisi kesehatan sesuai dengan pedoman Permenkes.
Dalam kesempatan yang sama, Sekda Flores Timur menjelaskan, “dari aspek regulasi sejak keluarnya peraturan pemerintah nomor 48 tahun 2005, semua pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten sudah dilarang secara tegas tidak boleh lagi mengangkat tenaga honorer. Kemudian surat Menteri Dalam Negeri Nomor 814.1.169/SJ/2013 memberi penegasan larangan pengangkatan tenaga honorer dan dengan adanya larangan ini, pemerintah mengalami kesulitan tenaga untuk melakukan pekerjaan pemerintah, maka ruang Peraturan Menteri Keuangan No 13 Tahun 2006 digunakan oleh pemerintah kabupaten/kota se-Indonesia untuk mengangkat tenaga teknis pendukung perkantoran yang dilakukan bukan oleh Bupati sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian tetapi dilakukan oleh Pengguna Anggaran untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknis pendukung perkantoran setiap OPD”.
Lebih lanjut Sekda menjelaskan, ruang ini menyebabkan perekrutan tenaga teknis pendukung perkantoran di Flores Timur tidak terkontrol sehingga jumlah tenaga teknis pendukung perkantoran di semua OPD, Kecamatan dan Kelurahan mencapai 3878 orang dengan pagu anggaran setiap tahun mencapai 53,5 miliar . Dengan demikian semua tenaga teknis pendukung perkantoran di semua OPD nomenklaturnya cuma satu yaitu tenaga teknis pendukung perkantoran. Karena nomenklaturnya hanya satu, maka alokasi anggaran untuk tenaga teknis pendukung perkantoran di semua OPD ditetapkan pada angka Rp 1.150.000.
Pada RSUD Hendrikus Fernandez dilakukan pembedaan pada angka Rp 1.150.000, Rp 1.600.000 dan Rp 1.850.000 diberlakukan sejak tahun 2005 menggunakan nomenklatur Permenkes tentang honorarium. Terkait tenaga teknis pendukung perkantoran di RSUD Hendrikus Fernandez, pemerintah daerah tidak mesti patuh pada Permenkes karena pembiayaan tenaga teknis pendukung perkantoran menggunakan dana APBD Kabupaten yang diambil dari pos DAU. Sementara, semua hal tentang pengeluaran keuangan daerah ditetapkan dengan Peraturan Bupati yang setiap tahunnya ditetapkan dalam Perbup tentang Standar Biaya Umum yang menyebutkan tenaga teknis pendukung perkantoran mendapat honorarium Rp 1.150.000.
Menurut Sekda, pada 2019 hal ini telah disampaikan dalam pembahasan APBD 2020 bersama lembaga DPRD untuk dilakukan penyesuaian. Dalam perjalanan, di dalam DPA RSUD Hendrikus Fernandez masih mencantum angka yang telah diberlakukan sejak tahun 2005. Hal ini menjadi persoalan. Untuk itu Pemerintah Daerah mengajak manajemen RSUD Hendrikus Fernandez untuk kembali pada Perbup mengingat Pemerintah Daerah Flores Timur sedang berjuang agar Flores Timur keluar dari opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang telah berlangsung selama 12 tahun menuju Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), jelasnya.
Menanggapi penjelasan Sekda, Komisi C melalui Pimpinan Rapat menilai bahwa hal ini tidak dapat menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah untuk menurunkan honor tenaga medis di RSUD Hendrikus Fernandez. Menurut Komisi C, perlu ada pembedaan antara tenaga medis dan tenaga teknis pendukung perkantoran sebab tenaga medis merupakan profesi. Lebih lanjut, terkait pemeriksaan BPK dan keinginan Flores Timur menuju WTP tidak harus mengorbankan hak tenaga kontrak pada RSUD Hendrikus Fernandez Larantuka.
Hal senada dipertegas kembali oleh anggota Komisi C seperti Muhamad Mahlin, Abdul Wahab, Yohanes Ola Tobi, Philipus Sanga, serta anggota DPRD yang sempat hadir seperti Lambertus Baon dan Yosep Sani Betan. Anggota Komisi C menegaskan bahwa Komisi C sejak awal hingga saat ini menolak penurunan honorarium tenaga medis. Komisi C berpandangan bahwa berbicara tenaga medis maupun tenaga guru adalah berbicara tentang profesionalitas sehingga sangat disayangkan apabila atas nama regulasi, pemerintah mengabaikan moral dan kemanusiaan tentang honorarium tenaga medis.
Untuk itu, Komisi C menghendaki adanya peninjauan kembali terhadap regulasi yang ada dengan memanfaatkan ruang yang ada dan menyarankan pemerintah untuk tetap membayar gaji tenaga kontrak medis sesuai angka yang tertera dalam kontrak. Lembaga DPRD merekomendasikan agar dalam waktu dekat langkah konsultasi hukum segera dilakukan oleh Pemerintah Daerah bersama lembaga DPRD. Rapat kerja ditutup dengan ajakan Wakil Ketua DPRD, Matias Werong Enay, kepada tenaga kontrak medis untuk kembali ke tempat kerja dan bekerja dengan senyum demi memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat Flores Timur.